(FOTO: Humas BMKG)
BANDUNG – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) resmi menutup gelaran 2nd UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium pada Kamis (14/11/2024). Simposium yang berlangsung selama lima hari ini berhasil menyatukan lebih dari 500 peserta dari 54 negara, termasuk ahli tsunami, peneliti, pembuat kebijakan, serta pemimpin masyarakat untuk bersatu dalam komitmen global untuk mengurangi risiko dan dampak tsunami.
Dalam penutupan simposium yang digelar di Auditorium Hermes Palace Hotel, Deputi Bidang Geofisika BMKG, Nelly Florida Riama, menyampaikan bahwa selama lima hari simposium, para partisipan telah melakukan refleksi mendalam terkait kemajuan sistem peringatan dini tsunami (early warning system) sejak tragedi tsunami Aceh dua dekade lalu. Selain itu, mereka juga membahas tantangan yang akan dihadapi di masa depan dan mengidentifikasi langkah-langkah prioritas untuk memperbaiki sistem peringatan dan mitigasi bencana tsunami.
“Diskusi dan wawasan yang telah dibagikan selama simposium ini akan semakin memperkuat upaya kolaboratif kita. Kita semakin dekat dengan masa depan di mana masyarakat lebih siap dan lebih aman dari risiko tsunami,” ujar Nelly dalam sambutannya seperti dilansir laman situs BMKG.
Nelly juga mengucapkan terima kasih kepada semua pembicara, panelis, dan pemimpin sesi yang telah berbagi pengetahuan, menginspirasi dengan praktik terbaik, serta pendekatan inovatif dari berbagai daerah. Menurut Nelly, keahlian yang dibagikan selama simposium telah memperkaya pemahaman semua pihak dan menginspirasi strategi baru untuk meningkatkan sistem peringatan dini, kesiapsiagaan, dan ketangguhan masyarakat.
“Semoga ketika para peserta kembali ke negara masing-masing, mereka dapat terus mengembangkan ide-ide, ilmu pengetahuan, serta membangun kemitraan untuk mewujudkan komitmen bersama ini dalam tindakan nyata yang akan menyelamatkan nyawa dan memperkuat ketangguhan masyarakat di masa mendatang,” tambah Nelly.
Sementara itu, Pj. Wali Kota Banda Aceh, Ade Surya, dalam sambutannya, mengungkapkan rasa bangganya atas transformasi yang telah terjadi di Banda Aceh pasca-tsunami 20 tahun lalu. Menurut Ade, kota ini kini telah menjadi lebih tangguh dengan infrastruktur yang lebih baik, sistem peringatan dini yang lebih canggih, dan masyarakat yang lebih sadar akan risiko bencana.
“Setelah 20 tahun tragedi tsunami Aceh, masyarakat Banda Aceh telah bangkit dan membangun kembali kehidupannya. Kami telah bertransformasi menjadi kota yang lebih tangguh,” kata Ade. “Namun, kita tidak boleh lengah. Ancaman bencana masih tetap ada. Pemerintah Kota Banda Aceh berkomitmen untuk terus meningkatkan upaya mitigasi bencana, baik melalui pembangunan infrastruktur fisik maupun peningkatan kapasitas sumber daya manusia,” tambahnya.
Ade Surya juga menegaskan bahwa kenangan terhadap tsunami Aceh yang terjadi 20 tahun silam harus terus dijaga sebagai pelajaran berharga untuk generasi mendatang. “Dari Aceh, kami menitipkan salam untuk dunia agar kita semua terus waspada dan siap menghadapi segala ancaman bencana yang mungkin datang,” pungkasnya.
Penutupan simposium ini menjadi simbol penting dari komitmen internasional yang terus berkembang dalam memperkuat ketangguhan masyarakat menghadapi ancaman tsunami, serta mempererat kerja sama global dalam rangka melindungi nyawa dan harta benda dari bencana alam.
Udara pagi di Sumedang terasa lebih segar dari biasanya, Sabtu itu (19/4/2025). Dari depan Gerbang…
SATUJABAR, BANDUNG - Harga emas Antam Minggu 20/4/2025 dikutip dari situs PT Aneka Tambang Tbk…
BANDUNG - PSSI resmi meluncurkan Garuda Academy, sebuah program pelatihan manajemen sepak bola bertaraf internasional…
Selain memudahkan mobilitas masyarakat, reaktivasi jalur kereta api dapat mengurangi kemacetan di jalan raya. SATUJABAR,…
Faktor lingkungan seperti cuaca panas, perbedaan budaya dan bahasa, hingga aktivitas fisik tinggi selama ibadah…
Biro hukum Pemprov Jabar tengah mempersiapkan langkah-langkah hukum ke depan menyikapi putusan hakim tersebut. SATUJABAR,…
This website uses cookies.